Cerita Seru: Bayangan Yang Membawa Racun
Di Istana Bulan Pucat, tempat kabut abadi menari di antara pilar-pilar batu giok, aku melihatmu. Bukan di dunia nyata, melainkan dalam lukisan kuno yang usianya melampaui ingatan. Wajahmu, sehalus porselen yang diterangi cahaya lilin, matamu, danau tinta yang menyimpan rahasia samudra.
Setiap malam, saat rembulan menyirami bumi dengan perak dingin, aku menjelajahi lukisan itu. Melangkahi bingkai emas yang menjadi portal menuju dimensi lain. Di sana, kau menungguku, Senyummu adalah mentari yang terbit di hatiku yang beku.
Kau adalah putri Dinasti Bayangan, terikat sumpah untuk tidak pernah mencintai. Aku, seorang pengembara dari dunia luar, terperangkap dalam pesona lukisanmu. Cinta kita, seperti anggrek bulan yang mekar di kegelapan, adalah dosa terindah.
Kita menari di bawah pohon sakura abadi, kelopak bunganya jatuh seperti salju yang bisu. Kata-kata kita adalah bisikan angin, sumpah setia yang terukir di hati, bukan di prasasti batu. Kita berjanji akan bersama, walau hanya di dimensi mimpi ini.
Namun, bayangan selalu menyertai cahaya. Di suatu malam yang mendung, saat petir membelah langit, aku menemukan sebuah prasasti tersembunyi di balik lukisan. Prasasti itu menceritakan kutukan Dinasti Bayangan: Setiap cinta akan membawa racun, setiap kebahagiaan akan dibayar dengan air mata.
Kutukan itu... adalah kamu. Putri yang kucintai, adalah pembawa racun bagi setiap hati yang berani mendekat. Cinta yang kupikir abadi, ternyata adalah ilusi, racun yang disamarkan dengan keindahan.
Malam itu, lukisan itu hancur berkeping-keping. Aku terbangun, terbaring di lantai dingin istana. Bayanganmu lenyap, hanya menyisakan perih di hati yang hancur.
Dan kemudian, aku menemukan sebuah jepit rambut giok di tanganku. Bentuknya identik dengan yang selalu kau kenakan.
Itu adalah miliknya.
Sekarang, setiap kali rembulan bersinar, aku mendengar bisikan: "Kembalilah, walau hanya untuk sebentar…"
You Might Also Like: Arti Mimpi Digigit Burung Jalak Suren