Dracin Populer: Bayangan Yang Menemukan Rumahnya
Bayangan yang Menemukan Rumahnya
Jing Wei menyentuh liontin giok berbentuk burung phoenix di lehernya. Giok itu terasa hangat, berdenyut lirih. Di usianya yang ke-25, ia masih merasakan keanehan yang sama setiap kali berada di dekat Danau Barat, Hangzhou. Seolah ada MEMORI yang terpendam, kabur, namun sangat kuat menariknya kembali.
Ia adalah seorang pelukis lanskap terkenal, namun lukisannya selalu didominasi oleh kabut dan siluet bangunan kuno yang tidak dikenalnya. Kritikus menyebutnya "nostalgia tanpa asal," tapi Jing Wei tahu, lebih dari itu.
Suatu sore, ketika lukisannya hampir selesai, seorang pria paruh baya mendekatinya. Namanya Lin Chen, seorang kolektor barang antik. Lin Chen menatap lukisan Jing Wei dengan tatapan yang… aneh. "Lukisan ini... mengingatkan saya pada Paviliun Bulan Purnama," bisiknya.
Paviliun Bulan Purnama? Nama itu terasa familiar, seperti getaran senar kecapi yang sudah lama dipetik. Jing Wei merasa kepalanya berdenyut.
"Paviliun itu hancur ratusan tahun lalu," lanjut Lin Chen. "Konon, seorang selir kekaisaran yang sangat cantik dan berbakat mati di sana, dikhianati oleh orang terdekatnya."
Jing Wei tertegun. Ia mulai bermimpi. Mimpi tentang sutra merah, anggur beracun, dan senyuman licik. Dalam mimpinya, ia adalah Mei Lan, selir kesayangan Kaisar, yang mencintai seseorang yang seharusnya tidak ia cintai: Jenderal Han, pahlawan perang yang karismatik.
Pikiran Jing Wei berkecamuk. Apakah mungkin… reinkarnasi?
Semakin dalam ia menyelam ke dalam ingatannya, semakin jelas bayangan pengkhianatan itu. Jenderal Han, yang berjanji akan melindunginya, ternyata bersekongkol dengan selir lain, Lady Yun, untuk menyingkirkannya. Mereka berdua menginginkan kekuasaan, dan Mei Lan adalah satu-satunya penghalang.
Amarah membara dalam hatinya. Bukan amarah yang membabi buta, melainkan amarah yang dingin, terencana. Ia tahu, balas dendam bukan tentang darah. Ini tentang TAKDIR.
Jing Wei mulai mencari informasi tentang keturunan Jenderal Han dan Lady Yun. Ternyata, cucu buyut mereka adalah Lin Chen, kolektor barang antik, dan seorang pengusaha muda bernama Yun Zhao.
Dengan senyuman tipis, Jing Wei mendekati Yun Zhao. Ia mengagumi ambisinya, mendukung bisnisnya, menjadi sahabatnya. Secara perlahan, namun pasti, ia membimbing Yun Zhao menuju keputusan yang akan menghancurkan bisnis Lin Chen, satu-satunya warisan keluarga Han.
Di hari peresmian proyek yang akan menghancurkan Lin Chen, Jing Wei berdiri di tepi Danau Barat, liontin phoenixnya terasa membara di kulitnya. Ia melihat Lin Chen menatapnya dari kejauhan, matanya dipenuhi kesedihan dan pengakuan.
Ia membiarkan Yun Zhao menang, membiarkan roda karma berputar.
Sebelum ia beranjak pergi, Jing Wei menatap Danau Barat. Bayangannya memantul di air, bukan lagi bayangan seorang pelukis, melainkan bayangan seorang selir yang akhirnya menemukan kedamaian... dan janjinya.
"Ini belum selesai…"
You Might Also Like: Distributor Kosmetik Bisnis Tanpa Stok