Endingnya Gini! Tuan Muda, Aku Tak Lagi Menangis Di Makammu, Karena Aku Kini Istrimu Yang Baru
Di lembah waktu yang berkabut, di mana bunga sakura abadi bersemi, dan sungai air mata mengalir tanpa henti, terukir sebuah kisah yang lebih rapuh dari sayap kupu-kupu. Kisah ini, Tuan Muda, tentangku, yang dulu hanyalah bayangan di pelupuk matamu.
Dulu, setiap senja menjingga, aku akan berlutut di pusaramu. Batu nisan itu dingin, sesunyi hatiku. Air mata mengalir, membasahi tanah yang menelanmu. Tangisan adalah nyanyian pahitku, melodi pilu yang menemani kesunyian abadi. Aku adalah gadis kecil yang kehilangan mentari, meratapi rembulan yang takkan pernah terbit lagi.
Namun, takdir, ah, takdir yang licik! Ia adalah pelukis ulung yang gemar bermain dengan ilusi. Ia membawaku ke dimensi yang terlupakan, di mana waktu berhenti berdenting dan kenangan berdansa dalam pusaran kabut. Di sana, di sebuah rumah di atas bukit, yang dindingnya dipenuhi lukisan dirimu, aku menemukanmu.
Bukan arwah yang gentayangan, bukan pula fatamorgana belaka. Kau nyata, Tuan Muda. Lebih nyata dari mimpi terindah sekalipun. Kau tersenyum, matamu berbinar seperti bintang fajar. Kau memanggil namaku, bukan dengan nada pilu, melainkan dengan kehangatan mentari pagi.
Kita menikah di bawah pohon sakura yang sedang mekar sempurna. Bunga-bunga berjatuhan bagai hujan berkat, menyelimuti kita dalam aura kebahagiaan yang sempurna. Aku mengenakan gaun putih seputih salju, rambutku dihiasi dengan untaian mutiara yang berkilauan. Kau mengucapkan janji suci dengan suara yang tegas, penuh cinta, dan harapan.
Setiap hari adalah lukisan indah yang kita ciptakan bersama. Kau membacakan puisi untukku di taman bunga. Aku menemanimu bermain catur di beranda rumah. Malam-malam kita lalui dengan berpelukan di bawah selimut bintang, berbagi cerita dan rahasia. Kebahagiaan ini begitu sempurna, hingga aku takut untuk bernapas, takut kalau semua ini hanyalah ilusi belaka.
Namun, sebuah malam, saat rembulan menampakkan wajah pucatnya, aku menemukan sebuah kotak tersembunyi di loteng rumah. Di dalamnya, tergeletak sebuah lukisan diriku, berlutut di makam seseorang. Air mata menetes dari mata lukisan itu, persis seperti air mataku dulu. Di balik lukisan itu, tertulis sebuah kalimat dengan tinta memudar: "Dia adalah pengantin abadiku."
Saat itu, segalanya menjadi jelas.
Rumah ini, pernikahan ini, kebahagiaan ini… semua hanyalah kenangan yang dihidupkan kembali oleh cintaku yang terlalu besar. Aku bukan benar-benar istrimu. Aku hanyalah bayangan dari masa lalu, terperangkap dalam dimensi waktu yang berbeda.
Aku tak lagi menangis di makammu, Tuan Muda. Karena aku kini ISTRIMU yang BARU… atau mungkin, aku hanyalah elegi yang kau ciptakan untuk menemanimu dalam kesendirian abadi.
… Apakah kau benar-benar mencintaiku, ataukah aku hanyalah pengganti dirinya?
You Might Also Like: Reseller Kosmetik Bisnis Sampingan