Cerita Seru: Kau Memeluk Buku Yang Kuberikan, Seolah Di Dalamnya Ada Perasaanku
Babak 1: Bunga Lotus di Tengah Salju
Hujan musim semi membasahi Shanghai. Aku melihatmu dari kejauhan, berdiri di bawah pohon maple yang mulai menghijau. Kau memeluk buku yang kuberikan, kumpulan puisi karya Tagore yang aku tahu kau sukai. Matahari menyelinap di antara ranting, menyoroti rambutmu yang hitam legam. Kau tampak begitu damai, seolah di dalamnya ada perasaanku… seluruh hatiku.
"Mei, sudah lama menunggu?" sapaku, menyembunyikan debaran jantungku.
Kau tersenyum, senyum yang dulu membuatku rela memberikan seluruh dunia. Senyum yang sekarang… terasa begitu menipu.
"Tidak juga, Li Wei. Aku baru saja tiba," jawabmu, suaramu semerdu lonceng angin.
Kami berjalan menyusuri Bund, berpegangan tangan. Hangatnya tanganmu terasa begitu nyata, namun hatiku terasa dingin dan kosong. Aku tahu, aku sudah tahu.
Babak 2: Pelukan yang Beracun
Seminggu kemudian, aku melihatnya. Kau. Dengan pria lain. Di kafe favorit kita. Kau tertawa, tawamu yang dulu hanya untukku. Kau memeluknya, pelukan yang dulu hanya menjadi hakku. Pelukan yang terasa begitu… beracun.
Duniaku runtuh. Seluruh keyakinanku hancur berkeping-keping. Tapi aku tidak menangis. Aku tidak berteriak. Aku tidak melakukan apa pun selain berbalik dan pergi. Elegansi adalah tamengku. Aku akan menyembunyikan lukaku, seperti permata yang disembunyikan di dasar lautan.
Babak 3: Janji yang Berubah Jadi Belati
"Aku… aku mencintaimu, Li Wei," bisikmu malam itu, di bawah rembulan yang pucat. Kau memohon maaf, air mata mengalir di pipimu. "Itu hanya kesalahan… sebuah kebodohan."
Kata-katamu seperti belati yang menusuk jantungku. Janji yang dulu kau ucapkan, sumpah setia yang kau berikan, semuanya terasa seperti lelucon yang kejam.
Aku menatapmu, mataku dingin seperti es. "Cinta adalah kepercayaan, Mei. Dan kau telah menghancurkannya."
Babak 4: Balas Dendam yang Manis dan Pahit
Aku tidak akan membalasmu dengan air mata. Aku tidak akan membalasmu dengan amarah. Aku akan membalasmu dengan… kesuksesan.
Aku fokus pada karierku. Aku bekerja keras, siang dan malam. Aku menjadi lebih sukses dari yang pernah kau bayangkan. Aku membangun kerajaan bisnis yang megah, sesuatu yang dulu kita impikan bersama.
Suatu malam, aku bertemu denganmu lagi. Kau tampak layu, seperti bunga yang tidak disiram. Hidupmu tidak sebahagia yang kau harapkan dengan pria itu.
"Li Wei… aku menyesal," bisikmu, matamu penuh penyesalan.
Aku tersenyum tipis. "Penyesalan adalah hukuman terberat, Mei. Aku harap kau menikmatinya."
Aku tidak merayakan kemenangan ini. Karena di lubuk hatiku, aku tahu… Aku juga kalah. Kemenangan ini terasa begitu manis dan pahit sekaligus. Aku telah mencapai semua yang aku inginkan, tapi aku kehilangan sesuatu yang tak ternilai harganya: kepercayaan.
Epilog:
Aku melihatmu lagi, bertahun-tahun kemudian. Kau berdiri di depan makamku. Di tanganmu, kau memegang buku Tagore. Matamu basah.
Cinta dan dendam… lahir dari tempat yang sama. Dan terkadang, keduanya hidup berdampingan, selamanya.
You Might Also Like: 104 11 Duck Myths And Surprising Truth