Drama Seru: Air Mata Yang Tak Sempat Jatuh
Air Mata yang Tak Sempat Jatuh
Malam itu, dinginnya menusuk tulang. Angin mencambuk Kastil Salju seperti cambuk iblis, menyisakan desah pilu di antara menara-menaranya. Di dalam, perapian menjilat-jilat kayu bakar, memberikan cahaya yang tak mampu menghalau kegelapan yang merayap dalam jiwa mereka.
Xiao Zhan menatap Bai Yueguang dari balik tirai asap dupa cendana. Matanya, obsidian yang dipoles dengan kemarahan dan kenangan pahit, tak berkedip. Bai Yueguang, berdiri di tengah ruangan, bagai patung pualam yang dilumuri dosa. Jubahnya yang dulu putih kini ternoda DARAH, merah menyala di atas hamparan salju yang menutupi lantai.
"Dua puluh tahun," desis Xiao Zhan, suaranya serak seperti gesekan batu. "Dua puluh tahun aku menyimpan dendam ini. Dua puluh tahun aku membiarkan bibit kebencian berakar dalam hatiku."
Bai Yueguang tidak menjawab. Wajahnya pucat pasi, hanya setitik air mata yang mengembun di pelupuk matanya. Air mata yang TAK SEMPAT JATUH. Dupa cendana semakin membakar, memenuhi ruangan dengan aroma pahit yang menyesakkan. Aroma kematian.
"Kau ingat, Yueguang? Malam itu? Malam ayahku… DIBUNUH?" Tanya Xiao Zhan, setiap kata terucap bagai belati yang menembus jantung.
Kilasan masa lalu menghantam Bai Yueguang. Malam berdarah itu, suara teriakan, dan bayangan kelam yang merenggut nyawa seorang pria yang dicintainya. Ayah Xiao Zhan. Rahasia yang disimpan rapat selama dua dekade, kini terkuak di bawah tatapan membunuh Xiao Zhan.
"Aku… aku tidak tahu," lirih Bai Yueguang. Bohong. Kebohongan yang terasa hambar di lidahnya. Dia TAHU. Dia tahu siapa pembunuhnya, siapa dalangnya. Orang yang selama ini dia lindungi.
Xiao Zhan tertawa. Tawa tanpa sukacita, tawa yang mengerikan. Dia melangkah mendekat, setiap langkahnya bagai dentang lonceng kematian. Di tangannya, terhunus belati perak, berkilauan di bawah cahaya api.
"Kebohonganmu basi, Yueguang. Aku melihatnya di matamu. Aku MERASAKANNYA."
Bai Yueguang menunduk. Dia tahu tidak ada jalan keluar. Dia tahu ini adalah akhir dari segalanya. Cinta yang dulu membara, kini hanya menyisakan abu. Janji yang pernah diikrarkan di bawah rembulan, kini hanya menjadi saksi bisu dendam yang membara.
"Bunuh aku," bisiknya, pasrah.
Xiao Zhan menghentikan langkahnya. Matanya menatap dalam mata Bai Yueguang, mencari setitik pun penyesalan. Tidak ada. Hanya kehampaan dan kesedihan yang tak terperi.
"Tidak," kata Xiao Zhan. "Aku tidak akan membunuhmu dengan cepat. Aku akan membuatmu MERASAKAN apa yang kurasakan selama dua puluh tahun ini. Aku akan membuatmu menyesal telah dilahirkan ke dunia ini."
Dia melempar belatinya. Belati itu menancap tepat di samping kaki Bai Yueguang. Lalu, dia berbalik, meninggalkan Bai Yueguang terisak dalam kesunyian.
"Penjaga!" teriak Xiao Zhan. "Bawa dia ke Ruang Penyiksaan. Dia akan MENGAKUI semuanya."
Malam semakin larut. Tangisan Bai Yueguang bergema di seluruh kastil, bercampur dengan desah angin dan aroma dupa yang menyesakkan. Xiao Zhan berdiri di balkon, menatap langit yang kelam. Di hatinya, tidak ada kelegaan. Hanya kekosongan yang semakin menganga.
Balas dendamnya telah dimulai. Balasan dari hati yang terlalu lama menunggu. Balas dendam yang TENANG namun MEMATIKAN.
Esok harinya, seluruh dunia tahu. Bai Yueguang, pemimpin sekte terkuat, telah mengakui semua kejahatannya. Dia dihukum mati dengan cara yang paling hina. Xiao Zhan menyaksikan eksekusi itu tanpa ekspresi. Ketika tubuh Bai Yueguang ambruk, dia hanya memalingkan muka.
Kisah ini berakhir. Namun, jejaknya tertinggal.
Di balik tirai kebenaran, siapa sebenarnya yang pantas disalahkan?
You Might Also Like: Francis Schaeffer Analyzes Art And